Minggu, 14 Februari 2016

Siapa yang Berhak Menulis Buku?



Menulis buku hanya mengenal semangat untuk menyampaikan pengetahuan, pengalaman, dan perasaan

Pertanyaan di atas memberi peluang jawaban yang beragam seperti bias sinar yang dipantulkan permata. Orang yang optimis akan menjawab, semua orang berhak menulis buku. Si pesimis bergumam, tentu saja hanya orang lulusan sekolah tinggi yang punya hak. Masing-masing didukung alasan yang kelihatannya membenarkan. Mana yang benar?

Si pesimis memang ada benarnya. Untuk menulis buku yang berkualitas tentu bukan sembarang orang. Penulisnya harus bertitel ini dan itu. Harus sekolah dulu yang tinggi sehingga pantas untuk menulis buku yang sahih, buku yang jadi rujukan banyak orang. Lantas bagaimana dengan pandangan Si optimis?

Si optimis adalah gambaran manusia masa kini, Si pembela hak asasi manusia. Menurutnya, semua orang; tak peduli tua atau muda, pria atau wanita; berhak menulis buku. Memang menulis buku tidak mengenal usia dan gender. Menulis buku hanya mengenal semangat untuk menyampaikan pengetahuan, pengalaman, dan perasaan. Tapi Si optimis melupakan satu hal, apa yang jadi bahan tulisannya?

Lagi-lagi Si optimis mengajukan dalih bahwa bahan tulisan adalah hak semua manusia dengan catatan tidak melanggar hak asasi manusia. Nah, kalau begini urusannya jadi agak terang dan gamblang. Selama manusia sudah mengenal pengetahuan, pengalaman, dan perasaan; maka ia berhak untuk menulis buku. Benarkah? begitu gampangkah menulis buku? 

Anak TK dengan arahan  orangtuanya bisa lho menulis buku sederhana yang bercerita tentang mainan dan binatang piaraannya misalnya. Anak SD yang tentu sudah mengenal pengetahuan dan perasaan dapat dibiasakan untuk menulis buku harian. Anak SMP dapat dikenalkan menulis fiksi dan non fiksi berdasar kejadian sehari-hari. Anak SMA dibiasakan menulis sehingga menjadi kebutuhan. Dan akhirnya di masa belajar di perguruan, tulisan-tulisan yang dihasilkan semakin berbobot.

Mengapa sepanjang umur kita tidak berhasil menulis satu buku pun? Karena pikiran kita sudah tercipta stigma bahwa menulis buku itu melelahkan dan menguras pikiran. Betul! Tapi coba Anda melakukan pendekatan melalui cara yang saya sodorkan di atas. Anda pasti keranjingan menulis buku. Tak percaya? Cobalah!

Cara Cepat dan Tuntas Menulis Cerita Pendek

1. Mencari ide  Ide bisa datang dari mana saja, jadi bawa buku kecil kemana saja Anda pergi. Tulis semua ide yang melintas di pikiran An...